Di
tepi Sungai Saraswati, Bhagawan Abyasa memperhatikan riak air yang tak kunjung
berhenti. Riak-riak air tersebut terjadi karena aliran sungai menyentuh
batu-batu kali berwarna abu-abu. Air jernih membasahi tanaman-tanaman di tebing
yang nampak hijau. Bunga-bunga berwarna merah dan kuning mekar nampak menyambut
matahari pagi. Akan tetapi alam yang begitu indah kali ini belum dapat
menenangkan gejolak pikiran Sang Bhagawan.
Diantara
desah angin yang semilir, terdengar bunyi vina berdenting pelahan. Muncul
kebahagiaan Sang Bhagawan kala mendengar denting vina yang begitu dikenalnya.
Dalam
buku “Narada Bhakti Sutra, Menggapai Cinta Tak Bersyarat dan Tak Terbatas”,
Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan……. Jenis musik yang
kita sukai bisa menjelaskan sifat kita, karakter kita, watak kita. Gitar, vina,
harpa dan biola masuk dalam satu kategori. Alat-alat itu bisa mendatarkan
gelombang otak, dan menenangkan diri manusia. Para penggemar musik gitar, tak
akan pernah mengangkat senapan untuk membunuh orang. Musik gendang, drum dan
alat-alat lain sejenis bisa membangkitkan semangat. Bagus, bila diimbangi
dengan gitar dan alat sejenis. Bila tidak, akan membangkitkan nafsu dan gairah
yang berlebihan.
Resi
Narada, Sang Putra Brahma datang mendekati Sang Bhagawan dan bertanya, “Kamu
sudah menyelesaikan syair agung Mahabharata, sebuah arsip dari ratusan karakter
manusia, berbagai pengetahuan tentang sifat-sifat manusia. Umat manusia di masa
depan akan memperoleh manfaat dari buah karyamu. Akan tetapi, mengapa belum
nampak juga kelegaan dalam rona wajahmu? Mengapa belum Nampak kepuasan dari
hasil amal perbuatanmu yang sangat mulia?
Seperti
sebuah bendungan yang lama menyimpan air yang selalu bertambah dan menemukan
pintu keluar, arus pikiran Sang Bhagawan menyembur keluar, “Wahai Resi Pengasih
Umat manusia, hanya engkau yang dapat memandu aku keluar dari belitan
permasalahanku, yang belum nampak juga ujung pangkalnya. Dalam keheningan
meditasi aku pernah melihat masa depan umat manusia. Aku melihat kerusakan
dharma, karakter manusia yang menurun derajatnya. Kedatangan Kali membuat
kebejatan moral memenuhi bumi. Aku ingin meringankan penderitaan manusia di
masa depan. Aku menyusun Veda dan membaginya menjadi empat kitab. Murid-muridku,
Paila belajar Rig, Jaimini belajar Sama, Vaisampana belajar Yajur dan Sumantu
belajar Atharva. Kemudian kepada Romaharsana kuajarkan 17 purana. Karena aku
masih belum puas juga, maka aku berupaya agar kitab Veda diajarkan melalui
cerita, supaya manusia memperoleh hikmah dari cerita tersebut. Oleh karena
itulah aku menyusun Mahabharata. Tetapi aku belum merasakan kelegaan, belum ada
kedamaian dalam diri.
Sang
Putra Brahma, mendengarkan penuh perhatian. Dan keadaan menjadi hening,
manakala Sang Bhagawan menunggu ucapan yang akan keluar dari Resi Narada. Arus
sungai Saraswati pun mulai terdengar. Dan, Sang Dewaresi berkata pelan,
“Itu belum cukup!”
Kembali
Sang Bhagawan bertanya, “Wahai Resi yang kupuja, mengapa belum cukup? Aku sudah
mengupayakan semua yang dapat kulakukan. Aku sudah menuliskan semua yang aku
pikir penting bagi manusia, bagaimana menegakkan dharma. Katakan wahai Resi
yang kuhormati apa yang belum aku perbuat?
Sang
Putra Brahma, kembali berucap pelan, “Kamu sudah melakukan jasa besar terhadap
umat manusia dengan menulis Mahabharata. Akan tetapi ada kelemahan dalam
karyamu. Kamu mengusahakan kesejahteraan manusia dengan kisah Pandawa. Kamu
menegaskan tugas-tugas manusia atas dharmanya. Kamu memberi dorongan agar
manusia berkarya tanpa pamrih, atau karma yoga. Akan tetapi, kamu belum
menyanyikan lagu pujian terhadap Tuhan. Jalan paling mudah menuju Tuhan adalah
jalan bhakti. Yoga yang lain lebih keras dalam menuju penyatuan ilahi…….
Kata-kata yang salah, nada yang sumbang asal dipersembahkan kepada Tuhan dengan
tulus akan menjamin karunia-Nya. Karena menyanyi lagu pujian menggunakan
rasa……. Mahabharata membuat sikapmu menjadi obyektif. Kamu masuk ke dalam
masing-masing karakter. Kamu akan berpikir baik atau jahat. Kamu akan berterima
kasih kepada kebaikan dan tidak kepada kejahatan. Tidak ada ketulusan dalam
bhaktimu. Masih bersyarat…… Kamu harus mencoba mengajarkan hal lain. Pujilah
Tuhan secara terus-menerus. Aku yakin kamu akan mudah mendapatkan kedamaian.
Ceritakanlah kepada manusia tentang rahasia di balik para avatara. Ceritakan
mengapa Tuhan mempunyai sifat berlawanan. Uraikan mengapa Hyang Maha Kuasa
mengambil suatu wujud dan nama serta kelahiran seperti manusia. Mengapa para
avatara bertindak sebagai manusia dengan emosi manusia pula. Sebutkan juga
walaupun seorang manusia gagal dalam tugasnya, dan melanggar aturan alam, jika
dalam hatinya ada setitik cinta, bhakti kepada Tuhan, hal tersebut akan mencuci
kesalahannya.
Dalam
buku “Narada Bhakti Sutra, Menggapai Cinta Tak Bersyarat dan Tak Terbatas”,
Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan……. Kesimpulan Narada
sungguh sederhana. Love means fulfillment. Terisi oleh cinta, jiwa tak
akan menuntut sesuatu lagi. Bila sudah menemukan cinta, Anda tidak akan mencari
sesuatu lagi. Pencarian kita membuktikan bahwa kita belum menemukan cinta.
Belum terjamah oleh Kasih……. Berhentilah mencari di luar diri. Hentikan
pencarianmu, Vyasa. Kasih ada dalam dirimu. Sadarilah Keberadaan-Nya.
Kembangkan kesadaran itu. Tingkatkan kesadaranmu, hingga pada suatu ketika,
yang kau sadari hanyalah Kasih. Yang kau rasakan hanyalah Kasih. Yang kau lihat
hanyalah Kasih.
Sang
Bhagawan mendengarkan dengan seksama, semua kalimat Sang Resi dicerna dan
diterima sepenuh hatinya. Ada gurat kebahagiaan di wajah Sang Bhagawan, ikatan
tali-temali yang membelitnya terasa longgar.
Resi
Narada melanjutkan, “Kamu dilahirkan ke dunia untuk kepentingan umat manusia.
Akan tetapi, kamu telah membiarkan emosi memperdayamu. Bangunlah dari tidur
yang melupakan kesadaranmu. Ceritakan tentang wujud-wujud ilahi dan tujuan
mereka. Pujilah terus menerus dan kau akan memasuki kedamaian.
Dalam
buku “Narada Bhakti Sutra, Menggapai Cinta Tak Bersyarat dan Tak Terbatas”,
Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan……. Manusia sudah
terbiasa melihat “ke luar”. Dia lupa melihat ke dalam diri. Padahal apa yang
dilihatnya itu, apa yang ada di luar itu, tidak pernah memuaskan dirinya.
Selalu mengecewakan. Walau demikian, kesadarannya masih tetap mengalir ke luar
terus. Dia berharap pada suatu ketika akan menemukan sesuatu yang tidak
mengecewakannya. Yang memuaskannya. Kita lahir dan mati, lahir kembali dan mati
lagi, dengan kesadaran kita mengalir ke luar terus. Bahkan kita tidak menyadari
hal itu. Kita tidak sadar bahwa kesadaran kita sedang mengalir ke luar terus.
Seorang Narada menyadari kesalahan diri. Dia sadar bahwa kesadarannya mengalir
ke luar terus. Dan dengan penuh kesadaran, dia mengalihkan alirannya ke dalam
diri. “Kesadaran untuk mengalihkan aliran kesadaran ke dalam diri” inilah
langkah awal dalam meditasi.
Demikian
beberapa contoh tulisan Bapak Anand Krishna dalam 140-an buku tulisannya.
Buku-buku Bapak Anand Krishna menyajikan kebijakan-kebijakan leluhur dengan
kemasan masa kini yang mudah dimengerti. Kebijakan yang melampaui sekat-sekat
etnis, suku, agama dan yang lain. Kebijakan yang menjelaskan bahwa nampaknya
berbeda-beda, pada hakikatnya esensinya satu jua….. Sayang pandangan Bapak
Anand Krishna tentang kebhinnekaan tidak disukai beberapa kelompok yang tidak
suka dengan kebhinnekaan….. Silakan lihat….
Sang
Bhagawan membungkukkan punggungnya dan berkata, “Terima kasih wahai dewaresi
yang bijaksana, aku sadar Mahabharata dijiwai Karma Yoga, Upanishad diilhami
Jnana Yoga, dan akan kepenuhi nasehat dewaresi untuk menulis tentang para
Bhakta, para Panyembah yang melaksanakan Bhakti Yoga.
Dalam
buku “Vedaanta, Harapan Bagi Masa Depan”, Anand Krishna, Pustaka Bali
Post, 2007 disampaikan……. Bagaimana ciri-ciri seorang Bhakta? Bagaimana
mengenalinya? Gampang…… Bhagavad Gita menjelaskan bahwa dalam keadaan suka
maupun duka – ia tetap sama. Ketenangannya kebahagiaannya, keceriaannya – tidak
terganggu. Ia bebas dari rasa takut. la tidak akan menutup-nutupi Kebenaran. la
akan mengungkapkannya demi Kebenaran itu sendiri. la menerima setiap tantangan
hidup….. la bersikap “nrimo” – nrimo yang dinamis, tidak pasif, tidak statis.
Pun tidak pesimis. Menerima, bukan karena merasa tidak berdaya; ikhlas, bukan
karena memang dia tidak dapat berbuat sesuatu, tetapi karena ia memahami kinerja
alam. Ia menerima kehendak Ilahi sebagaimana Isa menerimanya diatas kayu salib.
Ia berserah diri pada Kehendak Ilahi, sebagaimana Muhammad memaknai Islam
sebagai penyerahan diri pada-Nya. Pasang-surut dalam kehidupan seorang Bhakta
tidak meninggalkan bekas. Tsunami boleh terjadi, tetapi jiwanya tidak
terporak-porandakan………. Banyak yang berprasangka bahwa sikap “nrimo” membuat
orang menjadi malas. Sama sekali tidak. Sikap itu justru menyuntiki manusia
dengan semangat, dengan energi Terimalah setiap tantangan, dan hadapilah!
Seorang Bhakta selalu penuh semangat. Badan boleh dalam keadaan sakit dan tidak
berdaya – jiwanya tak pernah berhenti berkarya. la akan tetap membakar semangat
setiap orang yang mendekatinya. “Jadilah seorang Bhakta,” demikian ajakan Sri
Krishna kepada Arjuna, di tengah medan perang Kurukshetra. Tentunya, ia tidak
bermaksud Arjuna meninggalkan medan perang dan melayani fakir-miskin di kolong
jembatan. Atau, berjapa, berzikir pada Hyang Maha Kuasa, ber-“keertan”,
menyanyikan lagu-lagu pujian. Tidak. Krishna mengharapkan Arjuna tetap berada
di Kurukshetra, dan mewujudkan Bhaktinya dengan mengangkat senjata demi
Kebenaran, demi Keadilan.
Resi
Narada pamit dan diantar Sang Bhagawan sampai di gerbang “ashram”, bahasa Kawi
dari padepokan. Sang Bhagawan kembali duduk meditasi di tepi Sungai
Saraswati. Sang Bhagawan sadar selama ini dia masih memiliki keinginan,
walaupun keinginan untuk membabarkan Veda dalam kisah Mahabharata. Dalam
keadaan hening, Sang Bhagawan tidak memiliki “desire”, keinginan lagi,
bahkan tidak memiliki keinginan duniawi yang melulu dipersembahkan kepada Gusti
sekalipun. Dia hanya punya “willingness”, kehendak, berupaya keras
melakukan kehendak-Nya, bukan keinginan diri pribadi. Dalam keheningan, Sang
Bhagawan melihat peristiwa-peristiwa agung di masa lampau. Kemudian Sang
Bhagawan mulai menyusun Srimad Bhagavatam, Pustaka Keilahian…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar