Senin, 31 Agustus 2015

Kebaikan Kecil Akan Menjadi Kebaikan Besar

Suatu ketika, seorang perdana menteri terkenal bernama Bin Jyi dari dinasti Han Barat (206 S.M) sedang dalam perjalanan menuju ke suatu pesta. Salah satu pengawalnya merasa agak mabuk dan tiba-tiba muntah di atas karpet kereta tersebut.
"Berani benar kamu!" seorang asisten segera membentak, lalu dengan sangat malu dan tidak enak, bertanya kepada tuannya "Yang Mulia, haruskah saya memecat orang dusun ini sekarang juga?"

"Tentu saja tidak," si perdana menteri menjawab dengan tenang, tidak menunjukan kemarahan sama sekali. "Ia adalah pemuda yang baik! Jika kamu memecatnya, ia dengan memikul nama buruk tidak akan dapat memperoleh pekerjaan yang baik di mana pun. Saya tidak ingin merusak masa depannya. Bersikaplah baik dan penuh perhatian kepada orang lain. Ia hanya secara tidak sengaja mengotori sebagian karpet itu, yang bukan merupakan kejahatan yang berbahaya. Saya sama sekali tidak marah."
Pada masa itu nyawa dianggap murah – terutama nyawa para pelayan dan budak. Untuk pelanggaran kecil semacam itu, seorang pelayan sering dihukum berat atau bahkan dijatuhi hukuman mati. Asisten itu awalnya terbengong-bengong akan kemurahan hati tuannya, dengan enggan menyampaikan keputusan ini kepada si pengawal yang ketakutan, yang juga keheranan tetapi menghargainya dalam-dalam. Setelah insiden tersebut, si perdana menteri secara tidak disadari mendapatkan seorang pelayan yang luar biasa loyalnya, yang dengan suka rela akan mengorbankan hidupnya sendiri untuk tuannya yang berhati mulia.
Pengawal yang berasal dari perbatasan barat itu suatu ketika sedang mengambil cuti, pulang kekampung halamannya. Setelah secara tidak sengaja mendengar bahwa bangsa barbar yang letaknya bersebelahan bermaksud menduduki garis depan, ia segera kembali dan menyampaikan sepotong informasi yang sangat penting ini kepada tuannya. Tuannya segera mengerahkan pasukannya yang ada di sana. Beberapa hari kemudian, pecahlah perang. Karena pasukan itu telah diingatkan dan dipersiapkan dengan baik, korban-korban yang timbul tidak banyak dan serangan itu berhasil digagalkan.
Bayangkan! Dengan kebaikan yang sesederhana itu, kebaikan yang jauh lebih besar bisa didapat. Itulah yang dimaksud dengan nasihat orangtua kita bahwa jika ingin menggerakan seseorang untuk melakukan hal-hal yang baik, sentuhlah hatinya. Namun teori Leadership modern sekarang ini umumnya hanya menggunakan "senjata" Reward and Punishment saja – Jika kita melakukannya sesuai harapan akan mendapat hadiah, dan jika melakukannya tidak sesuai dengan harapan, akan mendapat hukuman.  Sebetulnya pendekatan itu sama sekali tidak salah selama niatnya baik,  bukan karena memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi.

Pada akhirnya kita semua menyadari bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang hebat itu tidaklah mudah. Karena ini tidak hanya menyangkut ketegasan dan pengetahuan yang luas tentang kepemimpinan saja, melainkan erat kaitannya dengan kebaikan hati. Dan kita semua tahu bahwa kebaikan hati tidak bisa direkayasa dan dipelajari melalui buku dan bangku sekolah, kebaikan hati adalah karunia Tuhan yang harus dipraktekan dalam kehidupan nyata. Walaupun seseorang memahami betul tentang manfaat madu, tetaplah madu belum bermanfaat selama Ia belum meminumnya. 

Tidak ada komentar: