Alkisah, di
sebuah kota ada seorang pria bernama Haidar yang menanam pohon berduri di
tengah jalan sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas warga. Sang Walikota
datang menemui pria tersebut dan meminta agar ia memotong pohon berduri
tersebut. Permintaan sang Walikota tersebut tidak digubrisnya. Sang Walikota
marah dan memperingatkannya kembali agar ia segera memotong pohon berduri itu
agar tidak mengganggu warga yang akan lewat.
Setiap kali
diingatkan, Haidar selalu mengatakan bahwa ia akan memotong pohon berduri
tersebut esok hari. Bulan berlalu dan tahun demi tahun berganti pohon-pohon
berduri tersebut tidak dipotong dan malah tumbuh dan berkembang biak. Hingga
Haidar sudah tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon
berduri itu bertambah besar dan beranak pinak. Ia menutupi semua bagian jalan.
Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan tersebut, tapi juga
melukai pemiliknya.
Kini Haidar
sudah sangat tua, tangannya mengecil, ototnya sudah mengendur dan matanya sudah
mulai kabur. Ia kini sudah tidak lagi sekuat dulu. Ia menjadi amat lemah
sehingga tidak mampu lagi membawa kapak, apalagi untuk memotong pohon-pohon
berduri yang ia tanam sendiri.
Kisah haidar
dan pohon berduri di atas dikisahkan oleh Jalaluddin Rumi untuk menggambarkan
betapa berbahayanya penyakit hati itu. Beliau pun memberikan nasihatnya,
"Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam
hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu
sendiri. Ambillah kapak Haidar, potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum
kalian kehilangan tenaga sama sekali."
Pohon
berduri juga bisa
diartikan sebagai karakter
buruk manusia yang jika dibiarkan ia akan tumbuh subur dan
semakin kuat. Dalam kondisi tertentu sesorang sudah tidak punya kekuatan lagi
untuk “menebang” pohon karakter buruk itu karena sudah mengakar dan terprogram
kuat di benak bawah sadarnya. Bahkan yang lebih berbahaya lagi adalah ketika
yang bersangkutan tidak merasa memiliki pohon karakter buruk. Dia merasa
baik-baik saja walau pun sudah banyak orang yang terluka hatinya dan menderita
oleh perbuatannya.
Para pakar
pengembangan diri sepakat bahwa karyawan yang memiliki karakter baik memliki
peluang yang lebih besar untuk sukses dalam kariernya dibandingkan dengan
karyawan yang berkarakter buruk. Bahkan sebuah survey kepemimpinan menemukan
bahwa, para pemimpin lebih
memilih karyawan yang tidak pintar tetapi berkarakter baik daripada yang pintar
tetapi karakternya buruk. Ini sekali lagi membuktikan bahwa karakter berbanding lurus dengan
kesuksesan seseorang.
Persoalannya
adalah, walau pun kita menyadari bahwa karakter buruk itu harus segera “ditebang” namun
pada kenyataannya itu tidak mudah. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk
menghilangkannya. Belum lagi jika kebiasaan-kebiasaan buruk atau karakter itu
sudah semakin kuat, maka semakin susahlah kita merobohkannya. Namun kabar baiknya, siapa yang
memiliki niat baik, maka semesta akan membantu mewujudkannya.
Tebanglah pohon berduri itu sekarang juga. niatkan itu bukan semata karena kita
ingin sukses dalam karier saja, melainkan juga karena kita ingin menjadi hamba
Tuhan yang baik, yang bisa membahagiakan orang-orang yang hadir dalam kehidupan
kita.
Jagalah
pikiranmu, karena pikiranmu akan menjadi ucapanmu
Jagalah
ucapanmu, karena ucapanmu akan menjadi perbuatanmu
Jagalah
perbuatanmu, karena perbuatanmu akan menjadi sifatmu
Jagalah
sifatmu, karena sifatmu akan menjadi karaktermu
Jagalah
karaktermu, karena karaktermu akan menjadi nasibmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar